Kamis, 13 Juni 2013

PPG bukanlah Solusi yang Tepat


Tulisan dibawah ini diikutsertakan sebagai salah satu syarat awal seleksi tahap pertama mengikuti Debate Competition. Kompetisi ini adalah salah satu program dari Senat Mahasiswa Sampoerna School of Education (SEMA SSE) yang kini bermetamorfosis menjadi USBI (Universitast Siswa Bangsa Internasional).  Debate Competition ini merupakan peringatan hari Pendidikan Nasional tahun 2011 (Kalau tidak salah, mohon dikoreksi jika salah). Pada saat itu (Mei 2011), Devi, Susi, dan saya dipilih sebagai perwakilan Jurusan Math 2010 untuk mengikuti kompetisi ini. Esai ini berisi mengenai Pendidikan Profesi Guru, kami bertiga mendapat kesempatan untuk mengulas dan membuat tulisan yang kontra terhadap program Pendidikan Profesi Guru (PPG). Tidak sia-sia kami bergadang, berpikir, dan berdiskusi semalaman, akhirnya kami menghasilkan tulisan ini, selamat membaca, semoga bermanfaat :D


PPG bukanlah Solusi yang Tepat

Peraturan Pemerintah nomor 16 tahun 2007 menyatakan bahwa “sosok utuh seorang lulusan progam pendidikan profesi guru secara generik  tertuang dalam standar kompetensi guru”, dimana kompetensi ini dijabarkan dalam empat kategori yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Seorang guru dapat dikatakan profesional ketika guru tidak hanya menguasai bidang studi, tetapi juga mengacu pada integrasi kemampuuan memahami peserta didik, merancang pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang mendididk, dan mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran (Departemen Pendidikan Nasional, 2008).

            Melihat kualifikasi guru di Indonesia yang belum memenuhi kriteria untuk dikatakan sebagai guru profesional seperti apa yang dijabarkan diatas, pemerintah sebagai pihak yang berkewajiban membenahi pendidikan di Indonesia tentu tidak bisa tinggal diam.  Menciptakan guru-guru profesional yang ideal dalam dunia pendidikan diupayakan pemerintah dengan mengambil tindakan guna meningkatkan kualifikasi guru-guru di Indonesia. Program Pendidikan Profesi Guru atau yang disingkat PPG lah yang dicanangkan oleh pemerintah untuk mengatasi problematika yang ada, baik dalam meningkatkan kualifikasi guru-guru yang sudah ada (senior) maupun menciptakan guru-guru generasi baru yang berkualitas.

Pendidikan profesi guru dalam naskah akademik yang tertera dalam panduan penyelenggara dan peraturan pemerintah tentang pendidikan profesi guru memberikan kategori bahwa pendidikan  profesi ini diberikan bagi lulusan S-1 kependidikan dan S-1/D-IV non kependidikan. Melalui program ini diharapkan para peserta, baik para guru generasi baru maupun mereka yang telah senior, dapat belajar dan mengembangkan diri menjadi guru profesional yang selama ini dicita-citakan, ditandai dengan sertifikat pendidik yang diperoleh diakhir program  PPG sesuai dengan UU No.14/2005 Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2).

Program PPG sebagai solusi yang dipilih pemerintah sebagai upaya meningkatkan kualitas guru-guru profesional Indonesia seperti yang telah dijelaskan sebelumnya dirasa bukanlah solusi yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan. Keputusan tersebut mengindikasikan bahwa pemerintah mempunyai keraguan besar akan kualitas guru-guru yang telah berkutat di sekolah keguruan selama empat tahun. Para lulusan S1 kependidikan tersebut baru dapat dikatakan profesional setelah mengikuti program PPG selama satu tahun, padahal idealnya selama empat tahun mereka telah dipersiapkan untuk menjadi guru-guru profesional dengan konten pedagogik yang diberikan.

Jika pemerintah menganggap bahwa pendidikan guru selama empat tahun saat ini belum dapat menghasilkan guru-guru profesional, lalu kenapa solusi yang diberikan berupa penambahan masa pendidikan yang kembali menuntut pengorbanan biaya dan waktu para calon guru. Seharusnya peningkatan kualitas pendidikan calon guru selama empat tahun itulah yang patut menjadi sorotan pemerintah untuk diperbaiki, sehingga mampu menghasilkan guru-guru profesional. Pemerintah dapat menerapkan materi yang diberikan pada program PPG kedalam program S1 Pendidikan. Dengan demikian, guru-guru lulusan Universitas Pendidikan ataupun STKIP nantinya telah memenuhi kualitas guru profesional seperti yang diharapkan pemerintah hanya dengan menempuh empat tahun masa pendidikan.

Disisi lain upaya peningkatan kualitas profesionalitas para guru senior sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 mengenai Guru dan Dosen, juga harus tetap dilaksanakan. Seperti diketahui bersama bahwa penerapan program PPG tersebut juga diterapkan pada guru-guru senior tersebut. Akan tetapi, upaya tersebut dirasa tidak efektif. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa kasus yang menunjukkan kecenderungan tujuan para guru mengikuti program PPG hanya untuk mendapatkan gelar profesional. Mereka hanya berfokus pada bagaimana cara mendapatkan sertifikat profesi guna memperoleh penghasilan yang lebih besar dengan mengabaikan makna dan tujuan dari pelatihan atau pembinaan profesi guru tersebut. Padahal tujuan dari penerapan program PPG bagi guru-guru senior tersebut adalah untuk mengasah kemampuan pedagogik mereka sesuai dengan perkembangan zaman, sehingga benar-benar menciptakan profesi guru yang sangat dihormati dan memiliki jiwa mengajar yang berlandaskan tujuan dari pembukaan undang-undang dasar 1945 yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. 

Solusi untuk meningkatkan kuallifikasi para guru senior adalah dengan menghapuskan program sertifikasi yang hanya dijadikan tolak ukur profesionalitas seorang guru. Pemerintah hendaknya memberikan program pelatihan kepada para guru tanpa memberikan sertifikat sebagai tanda profesionalitas. Pemberian gelar profesional dapat diberikan berdasarkan pada kualifikasi tingkat prestasi yang dicapai masing-masing guru. Kualifikasi tingkat prestasi yang dicapai masing-masing guru tersebut dapat diketahui melalui  proses monitoring yang dilakukan oleh pemerintah.

Selain itu, permasalahan lain yang juga muncul dengan solusi yang diberikan pemerintah untuk meningkatkan kualifikasi guru Indonesia—PPG—adalah kesetaraan profesionalitas guru, seperti yang telah dikemukan sebelumnya bahwa program PPG terbuka untuk umum yakni baik para sarjana S-1 kependidikan maupun S-1/D-IV non kependidikan, yang memiliki bakat dan minat menjadi guru diperbolehkan untuk mengikuti program PPG untuk mendapatkan sebuah gelar yang menyatakan bahwa mereka adalah guru profesional. Sistem inilah yang menunjukan adanya pandangan mengenai kesetaraan tingkat profesionalitas guru. Mereka semua dianggap profesional setelah mengikuti program PPG terlepas dari apapun latarbelakang pendidikan S1 mereka.

Justru hal itulah yang semestinya dipertanyakan apakah program PPG yang hanya satu tahun tersebut dapat menjamin profesionalitas mereka yang bukan berasal dari S1 Pendidikan. Jika dibandingkan dengan mereka yang telah memperoleh pendidikan untuk menjadi guru selama empat tahun, masih dapatkah dikatakan bahwa tingkat profesionalitas mereka dapat disetarakan oleh sertifikat program PPG. Merujuk pada kondisi tersebut, kembali terbesit pertanyaan yaitu mengenai eksistensi sekolah keguruan dengan peranan yang dimiliknya. Untuk apa didirikannya sekolah keguruan yang khusus mempersiapkan guru-guru generasi baru kalau pada akhirnya semua jurusan bidang ilmu dapat menjadi guru hanya dengan mengikuti program PPG sebagai tolak ukur seseorang untuk menjadi guru profesional.
 
Permasalahan diatas menunjukkan bahwa program PPG bukanlah solusi yang tepat dalam meningkatkan kualitas pendidikan guru. Jelas penyetaraan tersebut merupakan ketidakadilan bagi mereka yang memang berasal dari S-1 kependidikan. Program PPG tidak dapat dijadikan tolak ukur profesionalitas guru terlebih dengan kebijakannya yang mengizinkan S-1 non kependidikan untuk ikut dalam program tersebut. Hal ini terkesan memberikan celah bagi orang lain diluar pendidikan untuk masuk dalam dunia pendidikan  bahkan menjadi guru profesional dengan mudahnya, yaitu hanya dengan mengikuti program PPG selama satu tahun. Padahal untuk menjadi seorang guru profesional diperlukan keahlian tinggi dan pengalaman yang mendukung.

Dari serangkaian polemik mengenai program PPG yang dipaparkan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sebaiknya program PPG yang dicanangkan pemerintah tersebut dihentikan. Dapat diyakini apabila pemerintah dapat memaksimalkan kualitas empat tahun  proses pendidikan S-1 keguruan seperti yang telah disinggung sebelumnya, maka program PPG tidak akan lagi diperlukan untuk mencetak guru-guru professional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar